Rabu, 10 Juli 2013

Konsep Preeklampsia

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2009).
Preeklampsia adalah sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Dalam hal ini, proteinuria adalah adanya 300 mg atau lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dl (1 + pada dipstick) dalam sampel urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat berfluktasi dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Oleh karena itu, satu sampel acak mungkin gagal memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Kombinasi proteinuria plus hipertensi selama kehamilan sangat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas perinatal (Ceveno, 2009).
Preeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan selama masa nifas, yang terdiri atas trias gejala, yaitu hipertensi, proteinuria, dan edema. Kadang – kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda – tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya (Yulaikhah, 2009).
Etiologi
            Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Teori yang terkenal sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Akan tetapi, teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan preeklampsia.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia dan eklampsia adalah:
1.        Jumlah primigravida terutama primigravida muda.
2.        Distensi rahim yang berlebih, seperti hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa.
3.        Penyakit yang menyertai kehamilan, seperti diabetes mellitus, kegemukan.
4.        Jumlah umur ibu diatas 35 tahun.
5.        Preeklampsia berkisar antara 3% - 5% dari kehamilan yang dirawat.
(Yulaikhah, 2009).
Klasifikasi
            Klasifikasi tingkat keparahan preeklampsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas kelainan yang tercantum pada tabel 2.1 dibawah ini. Semakin parah kelainannya, semakin besar keharusan menghentikan kehamilan. Hal yang penting, perbedaan antara preeklampsia ringan dan berat dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat cepat berkembang menjadi parah.
Tabel 2.1
Gangguan hipertensif selama kehamilan: indikasi keparahan.

Kelainan
Ringan
Berat
Tekanan darah diastolik
< 100 mmHg
110 mmHg atau lebih
Proteinuria
Sekelumit sampai 1 +
Menetap 2 + atau lebih
Sakit kepala
Tidak ada
Ada
Gangguan penglihatan
Tidak ada
Ada
Nyeri abdomen atas
Tidak ada
Ada
Oliguria
Tidak ada
Ada
Kejang
Tidak ada
Ada (Eklampsia)
Kreatinin serum
Normal
Meningkat
Trombositopenia
Tidak ada
Ada
Peningkatan enzim hati
Minimal
Nyata
Hambatan pertumbuhan janin
Tidak ada
Jelas
Edema paru
Tidak ada
Ada
Sumber : Kenneth J Ceveno, 2009
Manifestasi Klinis
            Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebih, edema, hipertensi, proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejala berikut :
1.        Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110mmHg.
2.        Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
3.        Oliguria (< 400 ml dalam 24 jam).
4.        Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5.        Nyeri epigastrium dan ikterus.
6.        Edema paru atau sianosis.
7.        Trombositopenia.
8.        Pertumbuhan janin terhambat.
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala – gejala preeklampsia disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani sebagai kasus eklampsia (Mansjoer, 2009).
Patofisiologi
1.      Pada preeklampsia, terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
2.      Pada biopsi ginjal, ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
3.      Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Dengan demikian, jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, tekanan darah akan naik, dalam usaha mengatasi kenaikan tekanan ferifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
4.      Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruang interstitial, belum diketahui sebabnya. Mungkin karena retensi air dan garam.
5.      Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.
Terjadinya spasme pembuluh darah arteriola menuju organ penting dalam tubuh dapat menimbulkan gangguan sebagai berikut:
1.      Gangguan metabolisme jaringan.
a.    Terjadi metabolisme anaerob lemak dan protein.
b.    Pembakaran yang tidak sempurna menyebabkan pembentukan badan keton dan asidosis.
2.      Gangguan peredaran darah dapat menimbulkan:
a.    Nekrosis (kematian jaringan).
b.    Perdarahan.
c.    Edema jaringan.
3.      Mengecilnya aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter menimbulkan gangguan pertukaran nutrisi, CO2, dan O2 yang menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
(Yulaikhah, 2009).
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya, antaran lain atonia uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzimes, low platelet count), ablasi retina, KID (koagulasi intravaskular diseminata), gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian (Mansjoer, 2009).
Penatalaksanaan
Pencegahan
1.      Lakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur dan bermutu serta teliti.
2.      Waspadai kemungkinan preeklampsia jika ada faktor predisposisi.
3.      Beri penyuluhan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, diet tinggi protein, menjaga kenaikan berat badan.
Penanganan
            Tujuan utamanya adalah mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia, mempertahankan janin tetap hidup, dan menciptakan seminimal mungkin trauma pada janin.
1.        Preeklampsia ringan.
a.    Istirahat ditempat tidur.
b.    Beri diet rendah garam.
c.    Beri obat penenang (valium, fenobarbital)
d.   Hindari pemberian diuretik dan antihipertensi.
e.    Pantau keadaan janin.
2.        Preeklampsia berat.
a.    Kehamilan kurang dari 37 minggu.
1)   Jika paru – paru bayi belum matang, pertahankan kehamilan.
2)   Jika paru – paru janin sudah matang, akhiri kehamilan.
b.    Kehamilan lebih dari 37 minggu.
1)   Istirahat mutlak ditempat tidur.
2)   Beri diet rendah garam dan tinggi protein.
3)   Beri suntikan magnesium sulfat (MgSO4) 8 gram IM, 4 gram pada bokong kanan dan 4 gram pada bokong kiri; suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gram setiap 4 jam; syarat pemberian (MgSO4) adalah reflek patela positif, diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali/menit dan harus tersedia antidotumnya, yaitu gluconan calcicus.
4)   Beri obat antihipertensi.
5)   Hindari pemberian diuretik, kecuali pada edema umum, edema paru, gagal jantung kongesti.
6)   Persingkat kala II dengan vakum atau forseps.
7)   Hindari pemberian metergin pasca partum kecuali ada perdarahan hebat.
8)   Jika ada indikasi, lakukan sectio cesarea (SC).
 (Yulaikhah, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar