Preeklampsia
adalah sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme
dan pengaktifan endotel. Dalam hal ini, proteinuria adalah adanya 300 mg atau
lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dl (1 + pada dipstick) dalam sampel
urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat berfluktasi dalam periode 24 jam,
bahkan pada kasus yang parah. Oleh karena itu, satu sampel acak mungkin gagal
memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Kombinasi proteinuria plus
hipertensi selama kehamilan sangat meningkatkan resiko morbiditas dan
mortalitas perinatal (Ceveno, 2009).
Preeklampsia
dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin,
dan selama masa nifas, yang terdiri atas trias gejala, yaitu hipertensi,
proteinuria, dan edema. Kadang – kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu
tersebut tidak menunjukkan tanda – tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya (Yulaikhah, 2009).
Etiologi
Etiologi
penyakit ini belum diketahui secara pasti. Teori yang terkenal sebagai penyebab
preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Akan tetapi, teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan preeklampsia.
Adapun faktor – faktor
yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia dan eklampsia adalah:
1.
Jumlah primigravida terutama
primigravida muda.
2.
Distensi rahim yang berlebih, seperti
hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa.
3.
Penyakit yang menyertai kehamilan,
seperti diabetes mellitus, kegemukan.
4.
Jumlah umur ibu diatas 35 tahun.
5.
Preeklampsia berkisar antara 3% - 5%
dari kehamilan yang dirawat.
(Yulaikhah, 2009).
Klasifikasi
Klasifikasi
tingkat keparahan preeklampsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas
kelainan yang tercantum pada tabel 2.1 dibawah ini. Semakin parah kelainannya,
semakin besar keharusan menghentikan kehamilan. Hal yang penting, perbedaan
antara preeklampsia ringan dan berat dapat menyesatkan karena penyakit yang
tampak ringan dapat cepat berkembang menjadi parah.
Tabel 2.1
Gangguan hipertensif selama kehamilan: indikasi
keparahan.
Kelainan
|
Ringan
|
Berat
|
Tekanan darah diastolik
|
< 100 mmHg
|
110 mmHg atau lebih
|
Proteinuria
|
Sekelumit sampai 1 +
|
Menetap 2 + atau lebih
|
Sakit kepala
|
Tidak ada
|
Ada
|
Gangguan penglihatan
|
Tidak ada
|
Ada
|
Nyeri abdomen atas
|
Tidak ada
|
Ada
|
Oliguria
|
Tidak ada
|
Ada
|
Kejang
|
Tidak ada
|
Ada (Eklampsia)
|
Kreatinin serum
|
Normal
|
Meningkat
|
Trombositopenia
|
Tidak ada
|
Ada
|
Peningkatan enzim hati
|
Minimal
|
Nyata
|
Hambatan pertumbuhan janin
|
Tidak ada
|
Jelas
|
Edema paru
|
Tidak ada
|
Ada
|
Sumber : Kenneth J Ceveno, 2009
Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat
badan yang berlebih, edema, hipertensi, proteinuria. Penambahan berat badan
yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema
terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat
selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg
patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila terdapat protein
sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1
atau 2; atau kadar protein ≥ 1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter
atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejala berikut :
1.
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau
diastolik ≥ 110mmHg.
2.
Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada
tes celup.
3.
Oliguria (< 400 ml dalam 24 jam).
4.
Sakit kepala hebat atau gangguan
penglihatan.
5.
Nyeri epigastrium dan ikterus.
6.
Edema paru atau sianosis.
7.
Trombositopenia.
8.
Pertumbuhan janin terhambat.
Diagnosis
eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala – gejala preeklampsia disertai kejang
atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah
satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah –
muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan
pasien tersebut menderita impending preeklampsia.
Impending preeklampsia ditangani sebagai
kasus eklampsia (Mansjoer, 2009).
Patofisiologi
1. Pada
preeklampsia, terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air.
2. Pada
biopsi ginjal, ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
3. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilalui oleh satu sel darah merah. Dengan demikian, jika semua arteriola dalam
tubuh mengalami spasme, tekanan darah akan naik, dalam usaha mengatasi kenaikan
tekanan ferifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
4. Kenaikan
berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruang interstitial, belum diketahui sebabnya. Mungkin karena retensi air dan
garam.
5. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus.
Terjadinya spasme
pembuluh darah arteriola menuju organ penting dalam tubuh dapat menimbulkan
gangguan sebagai berikut:
1. Gangguan
metabolisme jaringan.
a. Terjadi
metabolisme anaerob lemak dan protein.
b. Pembakaran
yang tidak sempurna menyebabkan pembentukan badan keton dan asidosis.
2. Gangguan
peredaran darah dapat menimbulkan:
a. Nekrosis
(kematian jaringan).
b. Perdarahan.
c. Edema
jaringan.
3. Mengecilnya
aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter menimbulkan gangguan pertukaran
nutrisi, CO2, dan O2 yang menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam
rahim.
(Yulaikhah,
2009).
Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin timbul tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya, antaran
lain atonia uteri (uterus couvelaire),
sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver
enzimes, low platelet count), ablasi retina, KID (koagulasi intravaskular diseminata), gagal ginjal, pendarahan otak,
edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian (Mansjoer, 2009).
Penatalaksanaan
Pencegahan
1.
Lakukan pemeriksaan kehamilan yang
teratur dan bermutu serta teliti.
2.
Waspadai kemungkinan preeklampsia jika
ada faktor predisposisi.
3.
Beri penyuluhan tentang manfaat
istirahat dan tidur, ketenangan, diet tinggi protein, menjaga kenaikan berat
badan.
Penanganan
Tujuan
utamanya adalah mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia, mempertahankan
janin tetap hidup, dan menciptakan seminimal mungkin trauma pada janin.
1.
Preeklampsia ringan.
a. Istirahat
ditempat tidur.
b. Beri
diet rendah garam.
c. Beri
obat penenang (valium, fenobarbital)
d. Hindari
pemberian diuretik dan antihipertensi.
e. Pantau
keadaan janin.
2.
Preeklampsia berat.
a. Kehamilan
kurang dari 37 minggu.
1) Jika
paru – paru bayi belum matang, pertahankan kehamilan.
2) Jika
paru – paru janin sudah matang, akhiri kehamilan.
b. Kehamilan
lebih dari 37 minggu.
1) Istirahat
mutlak ditempat tidur.
2) Beri
diet rendah garam dan tinggi protein.
3) Beri
suntikan magnesium sulfat (MgSO4) 8 gram IM, 4 gram pada bokong kanan dan 4
gram pada bokong kiri; suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gram setiap 4 jam;
syarat pemberian (MgSO4) adalah reflek patela positif, diuresis 100 cc dalam 4
jam terakhir, respirasi 16 kali/menit dan harus tersedia antidotumnya, yaitu
gluconan calcicus.
4) Beri
obat antihipertensi.
5) Hindari
pemberian diuretik, kecuali pada edema umum, edema paru, gagal jantung
kongesti.
6) Persingkat
kala II dengan vakum atau forseps.
7) Hindari
pemberian metergin pasca partum kecuali ada perdarahan hebat.
8) Jika
ada indikasi, lakukan sectio cesarea
(SC).
(Yulaikhah, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar