Senin, 15 April 2013

Benigne Prostat Hyperplasia



BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP PENYAKIT
  1. PENGERTIAN

Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo, 1994: 193).

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, Wim De Jong - Edisi Revisi, Jakarta: EGC, 1998, hal: 1058).

Hiperplasia Prostate Jinak (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula, fibroadenomalosa majemuk dalam prostate, jaringan hiperplastik terutama dari kelenjar dengan stroma fibrosa yang jumlahnya berbeda-beda. (Price, 2005).

Hiperplasia Prostate Jinak adalah suatu pembesaran dari kelenjar prostate yang disebabkan proliperasi dari sel glandular dan interstitial yang etiologi secara pasti belum diketahui diduga berhubungan dengan hormonal. (Doenges, 1999).
  1. ANATOMI dan FISIOLOGI
Kelenjar prostate terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi/mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostate ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostate terdiri dari:
·         Jaringan Kelenjar : 50% - 70%
·         Jaringan Stroma (penyangga) : 30% - 50%
·         Kapsul/Musculer : 30% - 50%

Kelenjar prostate menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostate akan bekerja memeras cairan prostate keluar melalui uretra. Sel - sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 - 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostate yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainan yang terjadi manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
  1. ETIOLOGI
    Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat
    e Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 (dua) faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostate Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang di duga timbulnya Benigne Prostate Hyperplasia antara lain:
a.       Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostate mengalami hiperplasia.

b.      Ketidakseimbangan Estrogen-Testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
c.       Interaksi Stroma-Epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblas growth faktor dan penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
d.      Penurunan Sel Yang Mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostate.
e.       Teori Stem Cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. (Roger Kirby, 1994: 38).
  1. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostate Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme di bagi menjadi dua yaitu:
1.          Gejala Obstruktif
a.    Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b.   Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.    Pancaran lemah: kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
d.   Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
e.    Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2.          Gejala Iritasi
a.       Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b.      Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (nocturia) dan pada siang hari.
c.       Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Ada juga yang membagi gejala Benigne Prostate Hyperplasia menjadi 4 (empat) grade yaitu:
1.      Pada grade 1 (congestic)
a.       Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kencing dan mulai mengedan
b.      Kalau miksi merasa puas
c.       Urine keluar menetes dan pancaran lemah
d.      Nocturia
e.       Urine keluar malam hari lebih dari normal
f.       Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal
g.      Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)
2.      Pada grade 2 (residual)
a.       Bila miksi terasa panas
b.      Dysuri nocturi bertambah berat
c.       Tidak bisa buang air kecil (kencing tidak puas)
d.      Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e.       Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil
f.       Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal)
3.      Pada grade 3 (retensi urine)
a.       Ischuria paradosal
b.      Incontinensia paradosal
4.      Pada grade 4
a.       Kandung kemih penuh
b.      Penderita merasa kesakitan
c.       Air kencing menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia
d.      Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat
e.       Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 - 410 C selanjutnya penderita bisa koma.

  1. PATOFLOW
Faktor usia        Perubahan status kesehatan hipertropi prostate           tidak adekuatnya Intake
dan aktivitas
Intake berkurang
Ketidakseimbangan    Krisis situasi    kurangnya                   Prostaktetomi
        Endokrin                                                 pengetahuan
(testosteron,estrogen) Ansietas                                              luka operasi                 kelemahan
                                                            Salah informasi


 
Pembesaran Kelenjar      Tindakan   Kurang Pengetahuan Krisis situasi    Penurunan aktivitas
Prostat                         pembedahan                                       
Kurang informasi
Penekanan leher   Inkontinuitas jaringan                                               Motilitas usus meningkat
kandung kemih                                                           Mekanisme koping
                           Merangsang pengeluaran                 in efektif                terjadinya penyerapan
                            Neurotrasmiter (B,P,H)                                                       air terus menerus di
Terjadi                                                                       Cemas                     kolon penyerapan feses
Penyempitan        Reseptor nyeri         Serabut saraf
                                                               perifer
Berkurangnya aliran kemih                                                                                         Konstipasi
kekandung kemih                                     SSP                        kurangnya
                                                                                    perawatan luka
Tekanan suprapubik                                Nyeri
                                                                                    munculnya mikroorganisme
Rasa ingin berkemih   
       Resti infeksi
Air kemih tidak keluar dengan kuat       Gangguan pola eliminasi


 
Air kemih yang masih bertahan
dikandung kemih                                terjadi dilatasi uretra
                                                            dan dilatasi ginjal
Tempat berkembangbiaknya kuman


 
Hygiene yang kurang/buruk                disfungsi ginjal






 



Infeksi                                       Keseimbangan cairan dan elektrolit
di dalam tubuh




  1. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostate akan mengalami hiperplasia, jika prostate membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000: 76).
Pada fase-fase awal dari Prostate Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut sebagai Prostate Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostate Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostate Hyperplasia Dekompensata.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.


  1. KOMPLIKASI
·         Aterosclerosis
·         Infark jantung
·         Impoten
·         Haemoragic post operasi
·         Fistula
·         Struktur pasca operasi & inkontinensia urine
  1. DERAJAT BPH
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya BPH, yaitu:
1.      Rectal grading
Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade.
Pembagian grade sebagai berikut:
0 - 1 cm : Grade 0
1 – 2 cm : Grade 1
2 - 3 cm : Grade 2
3 – 4 cm : Grade 3
Lebih 4 cm : Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
2.      Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc : Normal
Sisa urine 0 - 50 cc : Grade 1
Sisa urine 50 - 150 cc : Grade 2
Sisa urine >150 cc : Grade 3
Sama sekali tidak bisa kencing : Grade 4
3.      Intra urethra grading
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik. Efek yang dapat terjadi akibat BPH:
a.       Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
b.      Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut.Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kencing dibelakang medial lobe.Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
c.       Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
d.      Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, tapi akhirnya libido menurun.

BPH terbagi dalam 4 (empat) derajat sesuai dengan gangguan klinisnya:
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat +20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50-100 cc dan beratnya +20-40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

  1. PEMERIKSAAN FISIK
1.      Perhatian khusus pada abdomen; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama. Distensi kandung kemih
2.      Inspeksi : Retensi urine. Penonjolan pada daerah supra pubik
 retensi urine.
3.      Palpasi: Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil.
4.      Perkusi:  Residual urine. Redup.
5.      Pemeriksaan penis: Uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/fimosis. Posisi knee chest.
6.      Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur).
Syarat : Buli-buli kosong/dikosongkan.
Tujuan :
·         Menentukan konsistensi prostat.
·         Menentukan besar prostate.
  1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.     Pemeriksaan darah lengkap
b.    Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah), penampilan keruh, PH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi), bakteri, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis
c.    Kultur urin : dapat menunjukkan staphylococcus, auccus, protous, klebslela, pseudomonas atau E.coli
d.    Sitologi urin : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
e.     BUN/Kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi
f.     Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik
g.    SDP : mungkin lebih besar dari 11.000, mengidentifikasi infeksi bila pasien tidak imunosuprasi
h.    Penentuan kecepatan aliran urin; mengkaji derajat obstruksi vesica urin
i.      IVP dengan film paksa berkemih : mengajukan perlambatan penggunaan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat di vertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih
j.      Sistauretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti lup untuk mempisulisasi kandung kemih dan uretra.
k.    Sistrogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan HPD.
l.      Sistrotroscopi : untuk menggambarkan derajat kebesaran prostat dan perubahan dinding kandung kemih.
m.  Sistrametik : mengevaluasi fungsi oral destrusur dan tonusnya.
n.    Otrasound tranrektal :mengukur ukuran prostat jumlah resiko urin melokalisasi lesi yang tidak berhubungan dengan HPD.
o.    Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
p.    Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
q.    Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
K.    PENATALAKSANAAN MEDIK
1.      Non Operatif
1.      Pembesaran hormon estrogen & progesteron
2.      Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
3.      Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
4.      Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
5.      Pemasangan kateter.
2.      Operatif
Indikasi: terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a.       TUR (Trans Uretral Resection)
b.      STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c.       Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d.      Prostatectomy Perineal



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual.. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi  Keperawatan (terjemahan). Jakarta : EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). Jakarta : EGC.

Hardjowidjoto S. 1999. Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya.

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan, Edisi 17. Jakarta: ST. Carolus.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Maryono, Rosa. 2000. SAP. ST. Carolus. Jakarta : ST. Carolus.
                                        
Smeltzer. Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.